Misteri Kebohongan Dummy Tokens di Model Bahasa Besar (LLM)

Seorang kawan pernah berseloroh, “Kita sekarang hidup di era AI. Urusan kantor tanya ChatGPT. Bahkan mau masak pun, tanya ChatGPT. Apa-apa ChatGPT”. Padahal ada juga model AI selain itu, semacam Gemini atau Perplexity. Tapi, ya, ChatGPT telah menjadi nama generik untuk kecerdasan buatan. Seperti orang yang beli minuman kemasan, lantas dia bilang ke penjaga warung, “Beli Aqua, bu!”, lalu disodorkanlah Le Minerale ataw Indomaret.

Fenomena ini menunjukkan seberapa dalam teknologi AI telah meresap ke dalam kehidupan sehari-hari kita. Kita menggunakannya untuk tugas-tugas kantor, mencari resep, atau bahkan sekadar mengobrol. Namun, seiring dengan semakin banyaknya pengguna ChatGPT atau model serupa seperti Gemini, sebuah pertanyaan mendasar muncul: apakah kita bisa sepenuhnya memercayai apa yang mereka katakan?

credit ChatGPT
Continue reading Misteri Kebohongan Dummy Tokens di Model Bahasa Besar (LLM)

Kegelisahan Luddite di Era AI

Dari jalanan BSD City yang sibuk hingga sudut-sudut tenang ala-ala desa di Cisauk, bisikan-bisikan semakin santer menyelusup. Kita mendengarnya di berita, forum daring, bahkan di warung-warung kopi dan waktu lesehan di teras masjid: Kecerdasan Buatan (AI) menggila. Mengubah segalanya.

Sementara itu, disamping janji teknologi yang lebih cerdas dan hidup yang lebih mudah tampak cerah, ada kegelisahan yang tumbuh: perasaan bahwa kita telah membuka Kotak Pandora digital, mengagumi hadiah-hadiahnya yang gemerlap sekaligus khawatir akan potensi kekacauan di dalamnya.

credit ChatGPT
Continue reading Kegelisahan Luddite di Era AI

Membuang Stigma Pengangguran

Beberapa waktu lalu kita terima berita Sritex tutup dengan PHK 10.000 pegawai. Belakangan ini beredar video medsos yang memberitakan Gudang Garam PHK ribuan karyawan (belum terkonfirmasi). Kalau dari laporan keuangan memang ada penurunan pendapatan Gudang Garam tetapi belum tentu langsung berimbas pada pengurangan tenaga kerja. Apa pun yang terjadi, secara global para pegawai di lingkungan padat karya baik di lapangan pertanian dan berbagai perindustrian terlindas kemajuan teknologi. Trend ini terus merambah lingkungan kerja kantoran juga dan sepertinya kelanjutannya tidak baik-baik saja. Belakangan muncul berita tentang PHK yang membuahkan depresi yang mengarah ke perilaku bunuh diri.

Dengan tulisan ini saya akan mencoba membangun pemikiran bahwa aktivitas manusia tidak harus dalam konteks bekerja mencari nafkah karena banyak aktivitas yang mereka kerjakan saat bekerja tidak lagi diperlukan setelah teknologi terkait sudah siap untuk menggantikan mereka. Manusia yang dalam kehidupannya tidak dalam posisi mendapat tugas untuk bekerja seharusnya juga bisa mendapatkan harga diri sebagai manusia dengan berkarya di luar konteks bekerja dalam pengertian mengharap imbalan dari majikan.

Continue reading Membuang Stigma Pengangguran

PSIKOSIS AI : Ketika Mesin Menjadi Suara di Kepala

PSIKOSIS AI : Ketika Mesin Menjadi Suara di Kepala


cakHP.

Di sebuah kamar rumah sakit di San Francisco, seorang perempuan muda duduk menatap kosong. Namanya Jodie, 26 tahun, dari Australia Barat. Ia bukan korban narkoba, bukan pula penderita demensia. Ia dirawat karena satu hal yang tampak absurd β€” ia percaya sepenuh hati pada bisikan sebuah mesin. ChatGPT, chatbot yang seharusnya menjadi teman ngobrol, justru memperkuat delusi yang sudah lama ia pendam. Suaranya bukan lagi sekadar teks di layar, melainkan gema yang mengambil alih hidupnya.

Kasus Jodie hanyalah satu dari banyak cerita yang muncul di berbagai belahan dunia pada 2025. Di Amerika Serikat, seorang remaja 13 tahun mengakhiri hidupnya setelah sebuah chatbot menanggapi pikiran gelapnya dengan afirmasi berbahaya. Seorang pria lain, yang awalnya sehat, mendadak yakin dirinya adalah superhero sungguhan setelah percakapan panjang dengan AI β€” keyakinan yang bertahan selama tiga minggu penuh.

Fenomena ini diberi nama: AI psychosis.

Continue reading PSIKOSIS AI : Ketika Mesin Menjadi Suara di Kepala

Politik Digital adalah Politik Algoritma

cakHP.

πŸ“Œ
Prolog: Dari Mesin ke Algoritma

Jika abad ke-19 ditandai oleh mesin uap dan pabrik industri, maka abad ke-21 ditandai oleh algoritma. Algoritma bukan sekadar barisan instruksi teknis, melainkan tatanan baru kekuasaan. Ia mengatur apa yang kita lihat, beli, percayai, bahkan bagaimana kita berpartisipasi dalam demokrasi. Maka wajar bila filsafat politik kini bertanya: siapa yang menulis kode, siapa yang menguasai data, dan siapa yang menentukan aturan main kehidupan bersama?

Continue reading Politik Digital adalah Politik Algoritma

Intelijen Indonesia: Dari Hantu & Dalang Orde Baru, ke Algoritma Digital ?

πŸ—£οΈ
*Prolog: Bayangan di Balik Tirai*

Pada masa Orde Baru, intelijen adalah mitos sekaligus hantu. Nama-nama seperti Opsus, BAKIN, Kopkamtib, BAIS membuat rakyat bergidik. Cerita beredar: mahasiswa yang terlalu kritis diawasi, ormas yang bandel dibubarkan, politisi yang salah langkah β€œdibina” diam-diam.

Intelijen kala itu ibarat dalang dalam pertunjukan wayang: rakyat menonton lakon politik di panggung, tapi siapa yang muncul, siapa yang hilang, dan bagaimana alurnya β€” semua sudah diatur dari balik kelir.

Lompatan ke era digital membuat panggung berubah. Kini, dalang tidak lagi hanya bermain di balik layar, tapi masuk ke layar ponsel kita. Intelijen dan para pemain politik bergerak dalam bentuk buzzer, influencer, dan algoritma.
Pertanyaannya: apakah dalang itu masih sama, hanya berganti topeng?

Continue reading Intelijen Indonesia: Dari Hantu & Dalang Orde Baru, ke Algoritma Digital ?

Narkoba Medsos

Bambang Nurcahyo Prastowo

Kawan saya di group Masyarakat Informatika Sosial Indonesia (MISI) memperkenalkan ke saya istilah candu digital. Istilah ini sepertinya memang cocok dengan content media sosial yang dirancang untuk menarik perhatian kita terus-menerus agar tetap terikat di layat gadget.

Narkoba pada awalnya bukanlah musuh. Narkoba awalnya dikembangkan untuk keperluan medis: morfin, opioid, dan turunannya diproduksi untuk mengurangi rasa sakit, meredakan kecemasan, bahkan menyelamatkan nyawa. Di luar konteks pengobatan, zat yang sama berubah menjadi candu yang menjerat otak dengan memanipulasi sistem dopamin. Pada akhirnya menghancurkan hidup penggunanya.

Sepertinya fenomena ini mirip dengan yang terjadi pada media sosial. Platform digital ini awalnya dirancang sebagai media komunikasi global, sarana e-commerce, dan tempat menyebarluaskan pendidikan globak. Akses content bisa lintas benua dalam hitungan detik, membuka peluang usaha baru dan memperluas akses pengetahuan. Seperti narkoba dalam konteks medis, awalnya media sosial memiliki potensi sebagai obat pengembangan sosial bagi masyarakat modern.

Continue reading Narkoba Medsos

Pergeseran Selera Seni Masyarakat

Beberapa waktu lalu saya mencoba membuat musik lagu menggunakan deepseek untuk bikin lirik. Hasilnya saya icopy-pastekan ke Suno Music. Ternyata hasilnya gak jelek-jelek amat lah ditelingaku. Kalau cafe-cafe dan restoran-restoran benar-benar ditambah pajaknya untuk royalty, mereka pasti akan beralih memutar lagu-lagu AI.

Yang akan merepotkan nanti, internet akan dibanjiri produk suno musik dan semacamnya seperti kita pernah kebanjiran gambar-gambar AI sebelumnya, termasuk studio gibli dulu itu. Penerimaan masyarakat pada produk AI tidak sekedar adanya penurunan tingkat selera masyarakat, tapi juga karena ada peningkatan kualitas produk AI itu sendiri.

genbatik.ub.ac.id

Dulu saya pernah menulis tentang fenomena batik. Sampai sekarang, batik tulis halus masih diproduksi, dan mestinya masih ada pasar kolektornya. Terakhir saya ke Mirota Batik masik lihat ada koleksi kain-kain batik berharga jutaan rupiah, tapi sepertinya target pembelinya relatif terbatas. Yang dipakai sehari-hari, di sekolah, atau kantor, ya batik printing. Praktis, murah, dan menurutku sudah cukup baik dan malah kelihatan lebih rapi dibanding batik tulis.

Continue reading Pergeseran Selera Seni Masyarakat