‘Otak Holografik’, Misteri Engram dan Revolusi Pandangan Terhadap Otak

Arief Prihantoro

Misteri Engram dan Revolusi Pandangan Terhadap Otak

Selama puluhan tahun, ilmu saraf berusaha menjawab salah satu pertanyaan terbesar mengenai fungsi kognitif manusia: Bagaimana tepatnya ingatan (memori) disimpan di dalam otak?

Pandangan tradisional dalam neurosains yang berpegang pada model lokalisasi, dimana memori spesifik, atau yang disebut “engram,” dianggap tersimpan dalam struktur tertentu, seperti sekelompok neuron atau sinaps yang diperkuat, di lokasi yang dilindungi.

Struktur-struktur seperti hipokampus, neokorteks, dan amigdala memang diakui memainkan peran penting dalam memproses dan mengonsolidasikan memori eksplisit (fakta dan peristiwa) dan implisit (motorik). Misalnya, memori jangka pendek dan memori kerja sangat bergantung pada korteks prefrontal, sementara memori implisit berlabuh di basal ganglia dan cerebellum. Namun, model yang berpusat pada lokasi tunggal ini sering kali gagal menjelaskan fenomena ketangguhan memori yang luar biasa, di mana seseorang dapat mempertahankan ingatan kompleksnya bahkan setelah mengalami cedera otak traumatis atau kehilangan sebagian besar jaringan otak. Ketidakmampuan model tradisional untuk menjelaskan ketahanan ini mendorong munculnya dugaan mekanisme penyimpanan dengan model terdistribusi dan non-lokal.

Revolusi pandangan ini datang melalui Teori Otak Holonomik ( Holonomic Brain Theory ), yang dikembangkan oleh ahli saraf terkemuka Karl Pribram. Teori ini menyajikan model yang radikal: otak mungkin bekerja mirip dengan hologram.

Berdasarkan penemuan holografi oleh Dennis Gabor dan ide fisika David Bohm, Pribram memiliki pemahaman bahwa memori tidak tersimpan dalam titik-titik spesifik melainkan dalam pola gelombang yang tersebar di seluruh jaringan otak. Teori ini menawarkan janji untuk menjelaskan dua aspek mendasar kesadaran manusia: penyimpanan memori yang non-lokal dan kemampuan memori asosiatif yang sangat cepat, di mana satu sinyal kecil dapat memanggil kembali seluruh pengalaman kompleks.

Karl Lashley dan Kebutuhan Akan Model Baru

Yang ditemukan Lashley adalah hal yang sangat berlawanan dengan harapannya. Dia tidak dapat menemukan satu pun lokasi pusat yang, ketika dilakukan penghapusan sebagian memori, akan menghapus memori spesifik labirin tersebut. Alih-alih menghapus memori, yang terjadi adalah penurunan secara progresif dalam kemampuan tikus untuk menavigasi, sebanding dengan seberapa banyak jaringan otak secara keseluruhan yang telah dihilangkan. Kegagalan ini menunjukkan bahwa memori tidak tersimpan secara terlokalisasi dalam satu titik, tetapi pasti tersebar atau terdistribusi di berbagai area korteks.

Hasil penelitian Lashley menghasilkan dua prinsip penting: Ekuipotensialitas dan Hukum Aksi Massa. Prinsip Ekuipotensialitas menyatakan bahwa jika satu area otak rusak, area lain terkadang dapat mengambil alih peran fungsi yang rusak tersebut. Ini menunjukkan plastisitas dan kemampuan adaptif korteks serebral yang luas untuk memediasi fungsi belajar dan memori spesifik.

Sementara itu, Hukum Aksi Massa (Law of Mass Action) menyatakan bahwa efisiensi fungsi kompleks, seperti memori, berkurang sebanding dengan jumlah total kerusakan yang dialami otak secara keseluruhan, bukan karena kerusakan pada area tertentu. Dengan kata lain, seluruh korteks serebral bertindak sebagai satu kesatuan dalam banyak jenis pembelajaran. Keterkaitan antara Hukum Aksi Massa Lashley dengan prinsip holografi adalah penemuan teori yang kuat. Ketika sebuah pelat hologram dipecah menjadi fragment-fragmen, setiap pecahan masih mampu merekonstruksi seluruh gambar aslinya. Namun resolusi atau ketajaman gambar yang direkonstruksi dari pecahan-pecahan tersebut akan berkurang dibandingkan dengan gambar yang direkonstruksi dari keseluruhan pelat. Andai sebuah pelat hologram dipecah menjadi 10 maka masing-masing potongan pelat tersebut saat disinari oleh laser akan mampu menampilkan gambar utuh seperti saat pelat besarnya belum dipotong menjadi 10. Artinya kini ada 10 potongan pelat yg berisi gambar/data optik yang sama persis dengan gambar optik sebelum pelat dipotong menjadi 10. Ketika pelat dipotong menjadi 100 maka akan menghasilkan 100 pelat dengan gambar yang sama. Jika dipotong menjadi 1000 pelat maka akan menghasilkan 1000 gambar yang sama, dan seterusnya, namun resolusinya saja yg berkurang.

Korelasi ini menjadi pembenaran yang krusial bagi Pribram: jika memori terdistribusi (Ekuipotensialitas), dan kerusakannya hanya mengurangi resolusi (Hukum Aksi Massa), maka mekanisme pengkodean harus bersifat relasional dan tersebar, bukan absolut dan terlokalisasi. Model holografik memenuhi persyaratan ini secara sempurna, memberikan solusi teoritis yang sangat dibutuhkan untuk masalah empiris Lashley.

Hologram sebagai Gudang Informasi Relasional

Teori Otak Holonomik mendapatkan kekuatannya dari prinsip-prinsip fisika holografi, yang ditemukan oleh peraih Nobel Dennis Gabor.

Hologram sangat berbeda dari fotografi biasa. Foto tradisional menyimpan titik data analog (warna, cahaya) di lokasi fisik spesifik pada medium perekam. Jika foto dipotong, Anda akan kehilangan informasi yang ada di bagian yang terpotong.

Sebaliknya, hologram merekam informasi tentang amplitudo (tinggi gelombang) dan fase (bagaimana gelombang bergerak) dari cahaya. Dengan kata lain, hologram merekam pola relasional yang dihasilkan dari gelombang cahaya. Proses ini dimulai dengan membelah sinar laser menjadi dua: sinar referensi (langsung ke pelat) dan sinar objek (memantul dari subjek sebelum mencapai pelat). Kedua sinar ini bertemu dan berinterferensi, menciptakan Pola Interferensi yang sangat kompleks pada pelat fotografi.

Prinsip Non-Lokalitas Visual

Ciri yang paling mencolok dari hologram adalah sifat non-lokalitasnya: setiap bagian dari hologram, asalkan ukurannya cukup, mengandung keseluruhan informasi yang tersimpan. Ketika pelat ini diterangi oleh sumber cahaya koheren, pola interferensi yang direkam merekonstruksi kembali gambar tiga dimensi utuh dari objek aslinya. Meskipun pelat tersebut dipecah-pecah, setiap pecahan masih dapat mereproduksi seluruh gambar, meskipun ketajaman atau resolusinya mungkin lebih rendah. Menurut Teori Otak Holografik, otak manusia beroperasi dengan cara yang sama. Pola aktivitas saraf menghasilkan pola interferensi yang mengkodekan memori, mendistribusikannya ke seluruh jaringan saraf yang luas. Oleh karena itu, memori jangka panjang yang tersebar di atas jaringan dendritik, memastikan bahwa setiap bagian jaringan tersebut dapat menyimpan seluruh informasi yang tersimpan di seluruh jaringan.

Karl Pribram: Otak Sebagai Penganalisis Frekuensi

Karl Pribram mengambil analogi hologram ini dan mengintegrasikannya ke dalam fungsi neurofisiologis yang spesifik, memunculkan Teori Otak Holonomik.

A. Pergeseran Fokus: Dari Akson ke Dendrit

Pribram mengusulkan pergeseran fokus dari proses saraf yang paling sering dipelajari—Potensial Aksi yang bergerak melalui akson dan sinaps—ke osilasi listrik halus yang terjadi dalam jaringan serat-serat halus dendritik. Berbeda dengan potensial aksi yang sering dianggap sebagai sinyal digital (hidup atau mati), osilasi dendritik ini bersifat gelombang. Gelombang-gelombang listrik ini berinterferensi, dan pola interferensi yang dihasilkan inilah yang berfungsi sebagai medium pengkodean memori.

Dalam konteks ini, otak bukanlah sistem komputer yang menyimpan data di alamat file yang spesifik; melainkan berfungsi sebagai perekam gelombang yang sangat canggih.

B. Transformasi Fourier: Mengubah Ruang Menjadi Frekuensi

Mekanisme kunci yang memungkinkan pengkodean gelombang dan non-lokalitas adalah Transformasi Fourier (TF). TF adalah alat matematika yang memungkinkan pemisahan pola kompleks (seperti gambar visual atau suara) menjadi komponen frekuensi gelombang dasarnya.

Bayangkan TF sebagai cara kerja radio. Ketika kita menerima siaran, radio (atau otak) tidak perlu tahu lokasi stasiun pemancar secara geografis (koordinat ruang-waktu), tetapi hanya perlu “menyetel” frekuensi gelombang yang benar untuk menerima informasi. Dalam otak, TF melakukan hal serupa: ia mengubah informasi sensorik spasial (misalnya, pola visual di retina atau korteks) menjadi representasi dalam domain frekuensi.

Dukungan empiris untuk ini datang dari neurofisiolog Russell dan Karen DeValois, yang menunjukkan bahwa pengkodean frekuensi spasial yang ditampilkan oleh sel-sel korteks visual paling baik dijelaskan sebagai Transformasi Fourier dari pola input.

Penggunaan TF adalah mekanisme kausal fundamental yang mengubah sifat penyimpanan memori. Begitu memori dikodekan sebagai pola frekuensi—bukan sebagai titik lokasi absolut—informasi tersebut secara inheren menjadi relasional dan secara otomatis didistribusikan ke seluruh jaringan dendritik. Transformasi dari domain ruang-waktu ke domain frekuensi inilah yang memungkinkan sepotong memori untuk menyebar ke seluruh jaringan, menjamin non-lokalitas.

C. Keunggulan Kognitif

Penyimpanan holografik membawa keunggulan besar bagi fungsi kognitif yang kompleks. Model ini menjanjikan:

  1. Kapasitas Penyimpanan yang Besar: Hologram mampu menyimpan informasi dalam jumlah besar dalam ruang kecil, bahkan sangat kecil.
  2. Pemrosesan Paralel: Otak dapat memproses berbagai informasi secara simultan (paralel).
  3. Memori Asosiatif Cepat (Content Addressability): Kemampuan untuk mengenali atau memanggil kembali keseluruhan konten memori hanya dengan mengakses sebagian kecil informasinya. Kecepatan memori asosiatif ini adalah karakteristik penting dari kesadaran dan kognisi manusia yang sulit dijelaskan oleh model sinaptik tradisional.

Dimensi Kuantum: Holomovement dan Koherensi

Untuk menjelaskan aspek kesadaran dan hubungan antara pemikiran terdistribusi dan terlokalisasi, Pribram berkolaborasi dengan fisikawan David Bohm, yang memperluas teori ini ke ranah fisika kuantum.

A. Tatanan Tersirat Bohm

David Bohm mengembangkan ide tentang holomovement dan Tatanan Tersirat (Implicate Order). Dalam pandangannya, Tatanan Tersirat adalah realitas dasar yang tak terhingga dan terlipat, di mana semua hal terhubung. Pengalaman sadar kita sehari-hari adalah manifestasi dari Tatanan Tersurat (Explicate Order) yang terungkap dari Tatanan Tersirat tersebut. Pribram menyadari bahwa hologram, yang menyimpan informasi dalam pola interferensi dan kemudian menciptakannya kembali saat diaktifkan, adalah metafora kuat untuk bagaimana otak menangani realitas ini, berfungsi sebagai antarmuka antara Tatanan Tersirat dan Tersurat.

B. Holonomi dan Entanglement di Otak

Teori ini mengadopsi konsep Holonomi (holografi kuantum), di mana jumlah besar informasi yang tersimpan dalam daerah kecil bidang reseptif dendritik dalam ruang fase seluler. Informasi yang diyakini terjerat ( entangle ), yang memfasilitasi penyampaian informasi kooperatif yang koheren di antara seluruh jaringan.

Teori Otak Kuantum (Quantum Brain Dynamics—QBD), yang sering digabungkan dengan model holografik, menyatakan bahwa proses kognitif mungkin melibatkan perubahan status kuantum atom di dalam neuron. Otak penyimpanan harus mampu memutar perubahan tingkat penyimpanan dari masukan sensorik, mengubahnya menjadi konsep tingkat tinggi, membuat keputusan di tingkat penyimpanan, dan mengkodekan kembali keputusan tersebut untuk menghasilkan efek makroskopik (seperti tindakan atau ucapan).

C. Peran Decoherence sebagai Pemicu Lokalisasi

Salah satu aspek paling penting dari dimensi positioning ini adalah peran koherensi dan dekoherensi . Koherensi overlay adalah keadaan di mana partikel atau gelombang dapat bekerja sama dan mempertahankan hubungan fase yang stabil. Koherensi ini diperlukan agar pengiriman informasi kooperatif dapat tercapai di seluruh jaringan saraf. Yang menarik adalah, hilangnya koherensi fragmentasi (dekkoherensi) diyakini berfungsi untuk menginduksi proses lokalisasi. Ini menyiratkan bahwa memori yang kita anggap “klasik” atau terlokalisasi mungkin merupakan hasil dari dekkoherensi yang cepat dalam sistem holografik. Otak secara aktif mengelola tingkat koherensi untuk beralih antara pemrosesan informasi asosiatif yang disebarkan (keadaan holografik) dan pemrosesan informasi diskrit atau terfokus (keadaan terlokalisasi).

Kritik Ilmiah dan Pembelaan Model: Perdebatan Sistem Terbuka

Meskipun Teori Otak Holonomik menawarkan kerangka yang elegan untuk memecahkan misteri memori dan kesadaran, teori ini menghadapi skeptisisme yang signifikan dari ilmu saraf konvensional.

A. Status Spekulatif dan Kompleksitas

Kritik utama adalah kurangnya bukti eksperimental langsung yang definitif bahwa otak benar-benar mengkodekan dan menyimpan informasi secara holografik. Beberapa kritikus berpendapat bahwa model ini terlalu kompleks, dan bahwa jaringan saraf konvensional sudah cukup menjelaskan banyak fungsi kognitif. Selain itu, penerapan teori kuantum Bohm ke ilmu saraf masih sangat spekulatif, karena efek kuantum langsung dalam sistem biologis besar masih menjadi perdebatan.

B. Perdebatan Kuantum: Masalah Dekkoherensi Termal

Kritik yang paling tajam ditujukan pada dasar positioning teori ini, sering diringkas dalam argumen bahwa otak “terlalu hangat, terlalu basah, dan terlalu bising” untuk mempertahankan koherensi kuantum. Lingkungan termal di dalam otak diperkirakan akan menyebabkan status fluktuasi gelombang listrik cepat kolaps—sebuah proses yang disebut dekkoherensi—dalam waktu yang sangat singkat, terkadang diperkirakan hanya 10^(-20) detik. Jika waktu koherensi sangat singkat, maka proses parkir yang terdistribusi secara luas tidak dapat terjadi.

C. Otak sebagai Sistem Terbuka yang Didukung Energi

Para pendukung teori holografik dan QBD, termasuk Pribram dan rekan kerjanya, menanggapi kritik ini dengan tekanan bahwa otak harus diperlakukan sebagai sistem terbuka, bukan sistem tertutup. Sistem terbuka adalah sistem yang terus-menerus disuplai dengan energi (dalam hal ini, energi metabolik untuk menjaga kelangsungan hidup).

Dalam sistem terbuka, seperti yang dijelaskan oleh model Fröhlich, proses kognitif dan penyimpanan memori holografik tidak dilihat sebagai keadaan pasif yang rentan terhadap kekacauan termal. Sebaliknya, proses ini adalah keadaan dinamis yang membutuhkan suplai energi terus-menerus untuk secara aktif mempertahankan koherensi kuantum dengan mengimbangi dekkoherensi dan melakukan koreksi kesalahan dalam aliran energi. Hal ini mengubah pandangan tentang memori holografik: itu bukanlah fenomena yang terjadi secara kebetulan; itu adalah proses yang menuntut energi tinggi dan secara aktif melawan hukum termal yang berusaha mendegradasi pola gelombang yang koheren. Dengan mempertimbangkan dinamika sistem terbuka ini, estimasi waktu dekkoherensi yang sangat kecil dan tidak realistis dapat dibantah, dan koherensi kuantum dalam otak dianggap dapat dipertahankan.

Implikasi Luas dan Prospek Masa Depan

Teori Otak Holonomik tidak hanya menawarkan model memori, tetapi juga perspektif radikal tentang kesadaran dan arsitektur kognitif.

A. Neuropsikologi dan Ketahanan Memori

Secara klinis, teori ini memberikan penjelasan yang kuat mengapa memori dapat bertahan dari kerusakan lokal pada otak. Jika memori tersebar secara holografik, kerusakan lokal hanya akan mengurangi resolusi (ketajaman) memori, bukan menghapusnya.

Selain itu, Lashley juga berkontribusi pada pemahaman tentang penyakit seperti Alzheimer, di mana komunikasi antar sel secara perlahan terdegradasi. Dalam kerangka holografik, kemunduran komunikasi ini dapat dilihat sebagai kegagalan progresif untuk mempertahankan koherensi yang diperlukan untuk merekonstruksi memori secara utuh, menghasilkan citra memori yang semakin kabur dan tidak lengkap.

B. Pengaruh pada Kecerdasan Buatan

Konsep penyimpanan terdistribusi dan pemanggilan asosiatif yang cepat telah memberikan inspirasi penting bagi bidang Kecerdasan Buatan (AI). Para peneliti telah mengeksplorasi model jaringan saraf yang disebut Holographic Neural Networks untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan, kecepatan pemrosesan paralel, dan kemampuan asosiatif dalam mesin pembelajaran, menunjukkan bahwa prinsip-prinsip holografi sangat efisien dalam komputasi.

C. Tantangan Eksperimental

Untuk memindahkan Teori Otak Holonomik dari spekulasi ke refleksi ilmiah yang lebih luas, langkah selanjutnya adalah validasi eksperimental langsung. Ini menuntut pengembangan teknologi yang cukup sensitif untuk menyatukan osilasi gelombang listrik ultra-halus yang terjadi dalam serat dendritik dan, yang lebih penting, mengukur status koherensi kuantum dalam lingkungan otak yang hidup dan aktif. Jika para ilmuwan dapat memverifikasi bahwa otak secara aktif menggunakan Transformasi Fourier untuk mengkodekan informasi atau bahwa ia mempertahankan koherensi reproduksi secara stabil melalui dukungan metabolisme, model ini dapat mendefinisikan ulang pemahaman kita tentang ingatan, kesadaran, dan realitas itu sendiri. Dan model ini akan merevolusi paradigma neurosains tradisional dimana diyakini terjadi interkoneksi kimiawi, elektrokimiawi, elektromagnetik antar sinapsis.

—————-

Teori Otak Holografik yang dikemukakan oleh Karl Pribram, didukung oleh penemuan Lashley mengenai non-lokalitas memori dan mekanisme Transformasi Fourier, memberikan alternatif yang menarik dan komprehensif terhadap model memori yang terlokalisasi. Teori alternatif ini menyiratkan bahwa memori bukan sekadar rangkaian sinapsis yang diperkuat, tetapi pola gelombang yang terdistribusi dan bersifat relasional, tersebar di seluruh jaringan dendritik. Aspek overlay teori ini, meskipun masih diperdebatkan, memberikan kerangka kerja untuk memahami transmisi asosiatif yang sangat cepat, sambil menegaskan bahwa memori terdistribusi adalah proses yang menuntut energi (sistem terbuka) untuk secara aktif mempertahankan keadaan koherensi yang stabil. Sementara kritik ilmiah masih menanti bukti langsung, model holografik telah berhasil mengubah percakapan neurosains, memaksa para peneliti untuk mempertimbangkan bahwa otak mungkin jauh lebih kompleks dan terintegrasi secara fundamental dari yang diyakini sebelumnya.

Tangerang Selatan, 17 Oktober 2025

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *